Oleh: H. Safiudin
Sumenep – Maraknya intimidasi terhadap wartawan, aktivis, maupun LSM akhir-akhir ini menjadi keprihatinan bersama. Dari kasus Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh Polres Sumenep terhadap oknum LSM, hingga insiden terbaru antara LSM BIDIK dan Kepala Sekolah SDN Duko 1 Arjasa. Sebagai aktivis yang telah berkecimpung sejak awal 2000-an, saya merasa perlu untuk membagikan pengalaman dan pandangan sebagai bentuk refleksi atas dinamika sosial yang terjadi.
Sejak dua dekade lalu, saya terlibat langsung dalam kerja-kerja advokasi dan pengawasan sosial di Kabupaten Sumenep. Salah satu peran penting yang saya jalani adalah menindaklanjuti laporan masyarakat dengan klarifikasi langsung ke instansi terkait. Berdasarkan pengalaman, hampir 90% komunikasi saya dengan para kepala desa berlangsung damai tanpa insiden. Kuncinya adalah komunikasi yang santun, disertai pemahaman terhadap regulasi yang berlaku.
Salah satu peristiwa yang paling berkesan adalah saat saya bersama Pak Suhra menggerakkan aksi damai di Kantor Kecamatan Arjasa. Saat itu, Camat Daryono dianggap arogan dan memihak salah satu kepala desa. Dalam aksi tersebut, Pak Suhra menjadi orator. Hasilnya, Camat Daryono akhirnya dimutasi ke Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) sebagai Kepala Seksi. Aksi itu menunjukkan bahwa kontrol sosial yang dilakukan dengan tertib dan etis mampu membawa perubahan.
Dari pengalaman saya, ada tiga alasan utama mengapa masyarakat atau aktivis mempertanyakan kebijakan atau tindakan pejabat publik:
1. Karena adanya dugaan kesalahan atau penyimpangan.
2. Karena kurangnya pemahaman terhadap aturan atau prosedur yang berlaku.
3. Karena adanya niat yang tidak murni—mencari-cari kesalahan demi keuntungan pribadi.
Karena itu, penting bagi siapa pun yang bergerak dalam bidang investigasi atau peliputan untuk menjaga integritas dan etika. Bila ada pihak yang memberi uang saku sebagai bentuk penghormatan, silakan diterima sejauh tidak melanggar hukum. Namun jangan memaksa, apalagi jika setelah menerima justru tetap membuat tekanan melalui pemberitaan negatif. Uang seperti itu bukan hanya haram secara moral, tapi bisa menjadi awal kehancuran pribadi.
Tulisan ini adalah pengingat bagi semua pelaku kontrol sosial, baik aktivis maupun jurnalis, bahwa etika, kejujuran, dan pemahaman hukum harus menjadi pilar utama. Tanpa itu, perjuangan bukan lagi tentang kebenaran, melainkan hanya menjadi alat tekanan yang kehilangan makna.
Website Scam Penipu Indonesia, apem bau apem mamak lu