Ketika Moral Tidak Menjadi Pedoman Hidup

Oleh : H Safiudin

Beberapa tahun terakhir ini, isu pelecehan dan kekerasan seksual seringkali mewarnai laman beberapa media, baik cetak, elektronik, media online dan media sosial. Yang teranyar, kasus pelecehan dan kekerasan seksual terhada anak ini terjadi Kecamatan Masalembu dan Kangayan Kabupaten Sumenep. Kasus serupa juga terjadi di Kabupaten Jember yang dilakukan oleh seorang Kiai.

Fenomena itu tentu saja membuat publik miris, karena kasus pelecehan dan kekerasan seksual ini terjadi di lembaga-lembaga pendidikan, bahkan juga di lembaga keuangan seperti Bank di Kabupaten Sumenep, dan tempat-tempat yang lain. Padahal, Bank termasuk lembaga yang mengedepankan kedisiplinan yang sangat tinggi.

Problem Moralitas

Maraknya kasus pelecehan dan kekerasan seksual di lembaga pendidikan diatas adalah problem moralitas. Sebab,  yang melakukannya umumnya adalah mereka yang berpendidikan. Ini, artinya problem moralitas tidak hanya terjadi di kalangan remaja atau pelajar tapi di kalangan pendidik dan pejabat-pejabat publik.

Menurut hasil penelitian yang dilakukan Alisya Fahrani pada tahun 2019, bahwa ada beberapa faktor penyebab terjadinya tindak pidana asusila yang dilakukan oleh anak yaitu faktor keluarga, faktor lingkungan pergaulan, faktor pendidikan, faktor media massa. Kemajuan dalam bidang teknologi saat ini sangat mempengaruhi pola kehidupan masyarakat di Indonesia dari yang hidup di kota-kota besar sampai pada pelosok pedesaan, dari yang sudah usia senja sampai anak-anak. Semua dalam kehidupan sehari-hari tidak lepas dari dunia teknologi.

Berdasarkan hasil penelitian di atas, norma sosial ( pranata sosial ) yang mengatur kehidupan sosial masyarakat menuju sebuah peradaban luhur dewa ini terancam dengan kemajuan teknologi. Sebab, jika kita melihat berbagai situs-situs di youtube memang berpotensi menjadi penyebab penurunan dan kemerosotan moral pada masyarakatnya, seperti perzinahan, pencurian, bebasnya penggunaan narkotika dan obat-obatan terlarang (narkoba), pornografi, kriminal, seks bebas, aborsi di kalangan remaja, dan lain-lain.

Harus diakui bahwa perkembangan teknologi pada sisi yang lain telah memudahkan masyarakat untuk mengakses berbagai hal, mulai dari yang positif hingga yang negatif, seperti situs-situs yang berbau pornografi. Dengan demikian, kehidupan modern yang didukung dengan kecanggihan teknologi secara tidak langsung berpotensi membentuk tatanan kehidupan yang mengalami dekadensi moral.

Oleh karena itu, dalam menghadapi banyaknya kasus pelecehan dan kekerasan seksual ini tidak cukup hanya menggunakan pendekatan hukum, akan tetapi, juga membutuhkan pendekatan moral (akhlak). Sebab, moral merupakan faktor utama agar suatu daerah mampu membangun masyarakat yang tertib, aman, tentram dan sejahtera. Di samping itu, perlu ada langkah-langkah preventif yang harus dilakukan melalui pendekatan eduksi seperti penyuluhan dan pengawasan terhadap pelajar dan masyarakat umum.

Dalam konteks itulah, Dinsos P3PA dan Unit Perlindungan perempuan dan anak Polres Sumenep, perlu merumuskan beberapa langkah- langkah kongkrit untuk mengikis dan memetakan faktor-faktor terjadinya kasus tersebut. Tentu tidak cukup hanya dilakukan penegakan terhadap pelaku melaui undang-undang pelindungan perempuan dan anak, tapi juga perlu ada langkah-langkah preventif agar kasus-kasus pelecehan dan kekerasan seksual di lembaga pendidikan tidak terjadi.